[Kesehatan] Selama Covid-19 ini, tentu banyak sekali perubahannya. Bukan saja dengan kualitas udara yang membaik, tapi juga dengan gaya hidup. Kita jadi rajin cuci tangan, menggunakan masker saat keluar rumah dan semakin rajin berolahraga.
Tahu sendirikan sebelum ada Covid-19, bagaimana kualitas udara di Jakarta? Ya, di tahun 2019, kualitas udara menurut AirVisual berstatus tidak sehat. Saya sendiri merasakan jadi sesak, dan jarang banget menghirup udara segar dan langit cerah. Ini bukan saja terjadi di Jakarta, tapi kota-kota besar lainnya. Dan semenjak diberlakukannya work from home, otomatis aktivitas para pekerja di berbagai kota yang ada di Indonesia lebih banyak di rumah, begitupun di Jakarta.
Pada bulan April lalu, terpaksa pulang ke Jakarta, karena beberapa pekerjaan tidak bisa dilakukan jarak jauh lagi. Ada banyak berkas yang harus diambil, dan sampai hari ini memilih bertahan di rumah saja. Padahal baru sebulan meninggalkan Jakarta, saat kembali sudah banyak perubahannya, seperti kualitas udara dan pemandangan Jakarta yang ga macet. Apalagi semenjak diberlakukannya PSBB.
Menciptakan rumah bebas asap rokok
Selain di Jakarta, selama adanya Covid-19, setiap daerah juga mulai memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Tentu ini untuk memutuskan penyebaran virus corona. Selama tidak ada hal penting di luar rumah, mending diam di rumah saja, supaya Covid-19 cepat hilang. Pasti terasa bosan sekali sudah hampir 2 bulan lebih tinggal di rumah, tapi semua demi kebaikan juga. Karena Covid-19 ini tidak bisa dianggap sepele lagi.
Sekarang ini, kesehatan keluarga saat pandemi menjadi prioritas utama. Dan ternyata, melihat polusi udara di luar rumah yang mulai membaik, justru ada ancaman di dalam rumah yang semakin meningkat, terutama buat para perokok aktif dan pasif. Nah loh, benarkah begitu?
Pada 20 Mei 2020 lalu berkesempatan mengikuti live Talkshow Ruang Publik KBR yang membahas tentang Rumah, Asap Rokok dan Ancaman Covid-19. Program radio Ruang Publik KBR ini menghadirkan narasumber seperti dr. Frans Abednego dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dan Nina Samidi selaku Manajer Komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau.
Talkshow ini sangat menarik, saya sendiri sangat setuju dengan pembahasannya nih. Karena masalah asap rokok ini dari dulu tuh ga bisa loh dianggap sepele. Karena memang mengancam kesehatan. Bukan saja perokok aktif, tapi juga perokok pasif. Banyak banget yang egois, apalagi diangkutan dan tempat umum, yang suka seenaknya ngerokok, akhirnya asap rokok merusak sama orang-orang disekitar.
Saya sendiri awal mula punya masalah dalam pernafasan, hingga suka mimisan, adalah dari asap rokok. Dulu tuh, banyak sodara dan teman yang ngerokok. Belum sadar dengan bahayanya, selama bukan perokok. Jadi kalau lagi ngumpul, disikusi, rapat keluarga, hingga latihan band, ada yang ngerokok cuek aja gitu. Dan itu semua kebanyakan di dalam ruangan. Jangka pendek sih ga kerasa dampaknya, tapi justru jangka panjang. Dan benar saja, setelah beberapa tahun kemudian mulai bermasalah. Awalnya dianggap biasa, tapi setiap kali kena debu dan ada asap rokok kehirup suka sesek dan ga lama mimisan.
Karena keseringan itulah mulai periksa, hasilnya memang mengejutkan, nangis sudah pasti. Semenjak itu suami semakin rajin mengingatkan. Bahkan kalau lagi di angkutan umum, ada yang merokok, sekalipun udah jalan jauh, dia pasti ngajak turun. Apalagi kalau udah lihat istrinya berkeringat dingin dan sesek nafas. Beneran sensitif banget. Saat dianjurkan untuk selalu menggunakan masker dan menjauhi perokok, kalau ada tamu atau lagi meeting, dan pada mulai merokok pasti memilih menjauh dan menggunakan masker. Untungnya semakin kesini pada sudah paham. Teman-teman saya ga berani merokok dihadapan saya, soalnya pernah lihat mimisan dan hampir pingsan 😂😂.
Ilustrasi bebas rokok (photo by Canva) |
Kebayangkan kalau sampai di dalam rumah ada asap rokok, bisa-bisa penyakitan dan lebih parah lagi, biarpun tidak merokok. Apalagi saat kondisi pandemi, makin berbahaya ada penyakit bawaan.
Mengingat selama pandemi ini, rumah menjadi pusat aktivitas, mulai dari ibadah, belajar dan bekerja. Jangan sampai terganggu dengan asap rokok, yang justru bisa berbahaya buat kesehatan paru-paru. Selama pandemi, perokok harus bisa menciptakan rumah bebas asap rokok, dengan cara:
- Pastikan para perokok tidak merokok di dalam ruangan, terutama saat kumpul dengan keluarga.
- Merokoklah di tempat khusus, yang tidak bisa dijangkau anak-anak.
- Saat memilih untuk merokok, pastikan menggunakan asbak untuk membuat puntung rokok, jadi tidak asal buang di rumah.
- Supaya asap rokok tidak menyebar di dalam rumah dan menempel, entah itu gorden, sofa hingga bantal kursi, pastikan untuk membersihkannya secara rutin.
- Setelah merokok di luar, usahakan tidak langsung masuk rumah, karena bisa jadi itu asap rokok menempel dibaju juga. Kalau perlu langsung mandi dan ganti baju.
Yang paling penting adalah perokok punya kesadaran diri, sehingga tidak membawa zat berbahaya untuk keluarga di dalam rumah. Apalagi kalau punya bayi dan anak-anak. Paling enak sih, kalau di rumah tuh punya air purifier yang mampu membersihkan udara dalam rumah. Baca artikel di Hellosehat.com, air purifier bermanfaat dalam meminimalisir bau serta asap rokok yang ada dalam ruangan. Serta membunuh virus atau bakteri yang menyebar melalui udara.
Rumah, asap rokok dan ancaman Covid-19
Dengan cara-cara di atas, diharapkan bisa menciptakan rumah bebas asap rokok, sehingga tetap sehat selama Covid-19. Seperti yang diungkapkan dr. Frans Abednego dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, bahwa kalau dilihat dari lingkup Covid-19, stay at home menjadi cara paling baik untuk memutus penularan Covid-19, tapi bukan sampai 0, melainkan mendekati 0%. Sedangkan kalau berbicara polusi dalam rumah meningkat, itu setuju, apalagi kalau para perokok mengabaikan intruksi untuk merokok not indoor. Kalau ingin merokok, ingin kena penyakit itu hak asasi dia sebagai perokok kena penyakit kanker paru, bronkitis kronis dan yang akhirnya menjadi faktor risiko terkena corona.
Ilustrasi bebas rokok (Photo by Canva) |
Masih menurut dr. Frans Abednego, tapi kalau sampai para perokok merusak orang lain itu tidaklah benar, entah itu istri maupun anaknya. Karakter perokok mengabaikan aturan, mengabaikan kesehatan pribadi, sehingga tidak memikirkan kesehatan orang lain. Iya juga sih, memang kebanyakan egois. Pernah loh aku menegur seseorang diangkutan umum, karena ada anak disitu, eh malah dia ngomong "yang ngerokok saya, ngapain ibu yang repot". Tapi pas disebutin jangan egois, karena asap rokoknya ga baik buat penumpang lain, apalagi anak-anak, dia pun turun dengan kesel.
Membicarkan Covid-19, menurut dr. Frans, kelompok laki-laki lebih banyak ketimbang perempuan. Tentu ini harus jadi perhatian para perokok. Perokok tembakau dan perokok elektrik ini ternyata berbeda, dari sisi ilmiah yang disampaikan dr. Frans, bahwa perokok elektrik itu memasukkan nikotin, sedangkan rokok reguler ada 3 zat utama yang berbahaya, seperti nikotin, tar, dan gas karbon monoksida.
Sedangkan menurut mba Nina Samidi selaku Manajer Komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau, sebagian besar masyarakat sudah tahu tentang buruknya bahaya rokok, tapi kesadaran ini perlu didorong dengan adanya peraturan. Kalau kebijakan masih belum tegas pada aturan kawasan tanpa asap rokok, akhirnya kesadaran itu luntur. Sehingga tidak ada kedisiplinan pada diri sendiri.
Iya juga sih harus ada kebijakan. Kawasan tanpa rokok didorong ke dalam rumah, harus diterapkan dalam kebijakan yang tegas, sehingga terdorong dan termotivasi untuk melakukannya. Ada hubungan antara Covid-19 dengan perilaku merokok, bahwa bisa menikatkan risiko infeksi Covid-19 dan komplikasinya. Maka menurut mba Nina, harusnya ini menjadi dasar pemikiran, aturan pengendalian tembakau yang lebih ketat.
Bener juga menurut pembahasan mba Nina, harusnya perilaku hidup sehat itu, selain jaga jarak, menggunakan masker, dan mencuci tangan dengan sabun, ada juga aturan tidak merokok yang dimasukkan, sehingga selalu sehat. Tentu saja ini penting juga ya, jangan sampai diam di rumah malah berdampingan dengan polusi asap rokok, malah bisa menimbulkan penyakit yang lebih berbahaya.
Mendengar talkshow ini, saya bertekad untuk #putusinaja hubungan dengan asap rokok, salah satunya adalah jauh-jauh dari mereka yang merokok, lebih baik menghindar dari para perokok. Saya gamau sakit lagi. Saya bersyukur suami bukan perokok, adik-adik juga bukan perokok, sehingga bisa menciptakan rumah bebas rokok.
Lebih baik para perokok selama stay at home, memiliki kesadaran sendiri untuk mengubah perilaku hidup sehat tanpa merokok di rumah. Dan bisa menciptakan rumah bebas asap rokok selama Covid-19. Pembahasan tentang rumah, asap rokok dan ancaman Covid-19 menarik banget. Dan menambah pengetahuan kita, bagaimana bahayanya rokok saat pandemi sekarang. Ciptakan rumah yang sehat dan bebas asap rokok yang dimulai dari diri sendiri, karena semua orang punya hak untuk menghirup udara bersih. Kalau mau merokok, buatlah ruangan khusus yang tidak dijangkau oranglain. Dan semua itu kembali ke diri masing-masing. Mau sehat atau terancam Covid-19?
"Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pendenalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Indonesia Social Blogpreneur (ISB). Syaratnya bisa lihat di sini."
Sumber tentang Air Purifier: https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/manfaat-air-purifier-untuk-kesehatan/
setuju mba. asap rokok itu sangat mengganggu. yang stay at home juga jangan merokok di rumah ya. biarkanlah bumi ini bernafas tanpa asap rokok.
BalasHapusYang jadi masalah kan katanya asap rokok itu bisa nempel di baju, kursi, dll. Jadi meski merokok di luar ruangan, bisa saja tetap terbawa ke rumah, ya kan?
BalasHapusMemang lebih baik putusin aja dengan kebiasaan merokok ini ya...
Semua ada hikmahnya ya Teh, langit membiru, air dan udara lebih bersih. Alhamdulillah sih di rumah nggak ada yang merokok makanya suka risih kalo ada tamu ngerokok suka disuruh ke garasi aja soalnya banyak anak-anak juga kan, apalagi kalo lebaran duhh mending tahan buat gak ngerokok di saat pandemi dan kumpul keluarga 😘
BalasHapusNah ini dia sumber penyakit macam2, si rokok! Justru perokok pasif lebih rentan terkena penyakit dibandingan perokok aktif. Harus stop merokok mulai sekarang. Kasihan kan orang lain jadi korbannya. Mau tembakau atau vape sama2 merusak kesehatan.
BalasHapusSampe bikin mimisan, serem banget ceu. Tapi emang beneran deh ceu, kebanyakan dari perokok aktif ya emang masih egois. Buat mereka, yang penting puas buat diri sendiri dengan merokok, karena dampak buat org lainnya gak terlihat saat itu juga jd ngerasa sepele banget. Pernah juga sih negor temen sendiri tp ya giru jawbannya “mati mah mati aja lah”. Sampe speechless ceu ;)
BalasHapusga kebayang kalo masa pandemi gini tinggal serumah dengan perokok berat. tetangga ada tuh yg bapaknya perokok, padahal punya bayi. tiap mau merokok, dia keluar rumah dan merokok di teras
BalasHapusSaya baru tahu lho air purifier bisa membersihkan udara rumah dari sisa asap rokok. Kayaknya saya kudu googling tentang alat air purifier ini nih
BalasHapusPengennya sih pada berhenti merokok, ya. Kalau pun masih berusaha untuk berhenti, ya setidaknya memang harus bisa memastikan di rumah bebas asap rokok. Gak boleh seenaknya merokok di mana-mana
BalasHapusKebetulan saya tidak menyediakan asbak di rumah. Pun jika ada perokok yang ijin merokok, orangtua saya terbiasa meminta pengertiannya untuk merokok agak jauh, di depan rumah (bukan depan teras lagi) kalau perlu, sebab saya juga punya masalah akut dengan asap rokok.
BalasHapusSemoga makin banyak yang berhenti merokok.
Aku auto teringat anak anak yang hidup dengan anggota keluarga dewasa yg perokok. Ya Allah kasihan... Padahal udah jelas perokok lebih berpotensi terpakai Covid19 ya teh.. semoga hal ini jadi renungan banyak para perokok aktif yah
BalasHapusAku juga. Aku sebenare bueeeeenci banget loh ama rokok ini. Untung bapake dah nyetop mau ga mau. Apalagi jaman covid gini huhuhu sebel ya mak egois kadang itu yang ngeroko
BalasHapusDulu aku perokok berat mbak, bisa 4 bungkus sehari. Sekarang aku malah benci perokok, kalau ada perokok dekat2 aku pasti aku langsung pergi, kalau ada yg temanku ada yg nekat ngerokok dekat aku, pasti sukses aku caci maki
BalasHapusJadi Dilema kan ya disaat Anjuran #DiRumahAja harus dilakukan, tapi bersinggungan langsung dengan Perokok Aktif selama 24 jam di rumah juga memberikan resiko tersendiri untuk kesehatan keluarga. Memang perlu kesadaran dari diri sendiri, selain itu kebijakan dari Pemerintah juga sangat penting, harus tegas.
BalasHapusaku pun juga simak diskusi KBR ini, menarik emang soal tembakau ini mbak.
BalasHapusPengen ngeluh kadang kalo dikelilingi Perokok Aktif sama-sama kena bahayanya :(
BalasHapusApalagi pandemi seperti ini, banyak perokok aktif yang merokok di rumah ~
ya Ampuun Neng Lis itu kalau udah mimisan mah udah masuk kategori perokok pasif ya. Atuh da dari kecil di lingkungan kita mah siapapun merokok mulu. Dari kakek, bapak, paman, abang, uwa, tetangga, sepupu semuanya ngarokok. Bahkan abis pengajian atau tahlilan sekalipun ruangan sampai kayak kena kabut asap saking mulek pisan ku rokok.
BalasHapusmasya allah teh, aq baru tau tete langsung mimisan dekat org meroko, tapi memang susah jg sih teh utk org berhenti utk tdk meroko seperti suami aq
BalasHapusSaran Teh Lis menurutku bijaksana seperti menyediaka asbak dan ruang khusus. Ya sebaiknya memang menyediakan ruang terbuka hijau untuk para perokok biar. Sekarang udah banyak kok edukasi merokok santun :)
BalasHapusRokok itu selalu jadi issue yg bikin gemesss buat dibahas. Karena Ibuku pernah jadi korban sebagai perokok pasif.
BalasHapus